Bioterorisme belum banyak diuraikan pada buku-buku mikrobiologi kedokteran. Hanya sedikit buku yang membahas mengenai bioterorisme. Artikel di media massa yang membicarakan bioterorisme juga sangat sedikit. Topik yang banyak di tulis adalah terorisme bukan tentang bioterorisme.
Bioterorisme adalah tindakan pelepasan virus, bakteri atau agen biologi lainnya secara sengaja yang dapat membuat korbannya baik manusia, binatang atau tanaman menjadi sakit atau bahkan mati.
Sejarah munculnya Bioterorisme di awali dengan adanya pasukan Tartar yang merupakan kelompok pertama dalam memanfaatkan bioterorisme pada tahun 1346. Pasukan Tartar melemparkan pasien pes ke belakang garis pertahanan lawan. Selain pasukan Tartar, Bioterorisme juga dilakukan oleh pasukan inggris di Amerika pada tahun 1736, pasukan Jerman pada perang Dunia I, Ranjneeshees (Suatu sekte keagamaan di Amerika Serikat) tahun 1984, dan Aum Shinrikyo (Suatu sekte keagamaan di Jepang) tahun 1995 dan Tentara Dai Nippon yag menjatuhkan tabung berisi pinjal dan Yersinia pestis di atas daratan Cina-Jepang (1937-1945). Serta Rajnesshees yang mengontaminasi makanan di restoran dan supermarket dengan Salmonella enterica.
Mikroba yang digunakan untuk Bioterorisme mempunyai karakteristik sangat handal, dapat dibidikkan tepat ke sasaran , murah, awet, tidak begitu tampak, manjur, mudah diperoleh dan mudah diangkut serta yang paling penting adalah bersifat patogen. Selain itu mikroba yang digunakan untuk bioterorisme adalah mikroba yang sulit dideteksi pada pemeriksaan.
Mikroba yang digunakan untuk Bioterorisme dikalsifikasikan menjadi 3 kelas menurut Bauman dkk (2007) dan Cinti dan Hanna (2007), yaitu:
- Kelas A (Resiko Tinggi), contoh mikroba kelas ini adalah Bacillus anthracis dan virus cacar. Ciri-ciri penyakit yang ditimbukan oleh mikroba ini adalah mudah menular, mortalitas tinggi dan dapat menimbulkan keresahan social yang hebat
- Kelas B (Resiko Sedang), Contoh mikroba yang tergolong pada kelas ini adalah Salmonella dan virus penyebab ensefalitis. Penyakit yang ditimbulkan dan dampak yang diakibatkan kelas ini sedikit di bawah kelas A
- Kelas C (Resiko Rendah), contoh mikroba yang tergolong kelas ini adalah Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap berbagai antibiotika dan virus influenza. Penyakit kelas ini dibawah kelas B.
Salah satu alasan pemakaian mikroba sebagai alat teroris adalah relatif efisien dalam arti biaya murah dan menimbulkan dampak yang hebat. Dampak yang hebat berupa jumlah korban yang banyak ataupun kepanikan yang luar biasa dari sasaran bioterorisme.
Di Indonesia bioterorisme pernah terjadi. Menurut Guru Besar Bidang Ilmu Biokimia dan Biomolekuler FKH Unair, terdapat fakta-fakta non-alami yang memperkuat dugaan adanya bioterorisme di Indonesia yaitu, Flu Burung yang terjadi sejak tahun 2003. Flu burung menyerang bebek pada tahun 2012 ternyata tidak sama dengan virus flu burung sebelumnya dan justru ada kemiripan dengan virus serupa di Cina. Selain itu di deteksi juga jejak virus Ebola pada hewan sejak tahun 2012 yang ditemukan secara tidak sengaja saat meneliti virus pada orangutan. Anehnya, virus Ebola tersebut memiliki kemiripan dengan yang terjadi Afrika. Selain kasus tersebut, terdapat kasus yang terjadi di Jatim yakni penyakit anthrax di Blitar. Padahal seperti yag diketahui bahwa Jatim merupakan daerah yang bebas Anthrax.
Ancaman Bioterorisme sangatlah berbahaya, seperti yang dikatakan Gates dalam konferensi Keamanan di Jerman “Ancaman Bioterorisme melebihi bahaya perang nuklir da perubahan iklim”. Presiden Jokowi juga meminta agar ancaman kesehatan menggunakan bioterorisme diwaspadai oleh seluruh pemangku kepentingan kesehatan. Bioterorisme dapat menyebabkan ancaman kesehatan secara nasional dan global.
“ISU BIOTERORISME SANGAT PENTING KARENA MASA DEPAN ADALAH MASA PERANG, DAPAT BERUPA PERANG EKONOMI ATAUPUN PERANG DAYA SAING. PADA DUNIA SEPERTI INI KITA HARUS WASPADA KEPADA SESUATU YANG TIDAK KASAT MATA”
Comments
Post a Comment